PARADOKS Bagian 9
Dewa kematian. Manusia yang
sudah di tandai
maka hari berpulangnya telah
dekat. Tanda tak
terlihat oleh mata manusia,
berupa
angka yang setiap
harinya berubah. Tak
ada seorangpun bisa
mengindar atau merubah
takdir yang telah
ditetapkan. Bahkan, sekalipun
dia seorang pemimpin
yang berkuasa akan
satu negara tetap saja akan mati.
“Nikmati empat
puluh hari terakhirmu,
sebelum dikubur”.
“Bangsat! Berani mengancam ya elu sekarang”.
“Bangsat! Berani mengancam ya elu sekarang”.
Moros, dewa
yang bertugas
memberi tanda kepada manusia
empat puluh hari
sebelum nyawa akan
dicabut. Tertulis jelas
di kening seseorang
yang telah ditandai.
Hitungan mundur hari
dan waktu yang
ditetapkan. Baru saja kulihat Moros
menandai sisa usia seseorang yang ada dihadapanku.
Tak ada tanda
pasti siapa yang
akan mengeksekusi.
Apakah akan di
bantai dengan hina
atau di minta
secara sopan. Dia
sendiri yang akan
menentukan, aku sudah
mengingatkan.
BRUAAAKKK!!!
Kejadian serupa
terulang kembali, namun
kali ini sedikit
berbeda. Dia merobohkanku
dengan begitu cepat.
Tubuhku telah terjatuh,
lututnya menekan dengan
begitu kuat di bagian dada.
Seolah nyawaku yang
akan terenggut jauh
empat
puluh hari lebih dahulu sebelum
dirinya. Terasa begitu
sesak, hingga menyulitkanku untuk bernafas. Tak henti sampai
disitu saja, dia
juga terus menyerang
wajahku dengan siku
serta tinju. Kurasa dia sedang
menikmati setiap darah
yang mengucur dari
wajahku. Tiada henti,
dia terus saja
melontarkan tonjokannya. Tanpa
dia sadari kami
telah dikerubungi siswa-siswi
disekolah ini. Namun tidak
ada yang melerai,
mungkin mereka takut
atau mungkin malah senang. Seolah
sedang menyaksikan pertunjukan
sirkus gratis. Darah
masih terus mengalir,
bahkan sampai terpercik
ke lantai yang
putih. “Silahkan nikmati
kesenanganmu sebelum semua
berakhir”, fikirku yang
tersampaikan oleh seringai.
“BANGSAT! MASIH BERANI
SENYUM ELU ANJING!”.
Keegoisannya terlampiaskan dengan
hantaman yang semakin
kuat. Aku tak dapat mengira-ngira
lagi bagaimana bentuk
wajahku saat ini,
yang pasti telah
memerah berlumuran darah.
Bisa aku pastikan kejadian kali
ini akan menjadi
awal dari kematiannya
yang sangat-sangat menyiksa.
Semua yang berani
bermain tangan denganku
akan berakhir mengenaskan.
Bahkan jika mereka
yang telah mati dan dibangkitkan kembali, pasti
merengek untuk segera
dipulangkan ke alam
baka.
Lagi-lagi aku terbangun di
unit kesehatan sekolah. Sepertinya aku benar-benar berbeda. Apakah
aku bukan manusia?
To Be Continued ...
0 Comments