PARADOKS Bagian 11
“Nyonya, setelah mata terbuka, makanan inilah yang pertama aku makan.”
Sepatah kata yang
terucapkan empat tahun
yang lalu. Wajahnya
sama sekali tak
berubah, tingginya pun
demikian, seolah waktu
kehidupannya berhenti. Persis
seperti malam ini, suara gemercik
hujan mengenai tenda yang terdengar
pedih karena luka
yang membekas pada
badan atau mungkin
juga hati. Lupakan
tentang luka lara
untuk sesaat, ada
pemandangan indah di
hadapanku. Sesosok laki-laki
yang begitu bersemangat
menikmati suapan hidangan.
Manisnya anakku. Banyak
orang yang menghayal
agar waktu terhenti,
biarkan aku seperti
mereka untuk kali
ini. Berharap kedamaian
serta bahagia abadi
mengelilingi kami.
Aku terhenti,
melihat ibu yang
memandangiku dengan senyum
simpul yang tak
terelakkan lagi. Wajahnya merona,
bercahaya, kalau bisa inginku seperti
dirinya.
“Kok berhenti sih nak makannya?”
Mendengar pertanyaannya aku kembali mengunyah menu yang di hidangkan. Tak lagi ku hiraukan setiap bola mata yang mengarah padaku lagi.
“Athan gak ada cita-cita gitu suapi ibu?”
Aku memotong secuil roti pita dengan tanganku lalu mengarahkannya ke mulut ibuku yang telah menganga sedari tadi. Aaaaa... begitu katanya. Ini hal baru untukku yang telah lama hidup didunia.
“Kok berhenti sih nak makannya?”
Mendengar pertanyaannya aku kembali mengunyah menu yang di hidangkan. Tak lagi ku hiraukan setiap bola mata yang mengarah padaku lagi.
“Athan gak ada cita-cita gitu suapi ibu?”
Aku memotong secuil roti pita dengan tanganku lalu mengarahkannya ke mulut ibuku yang telah menganga sedari tadi. Aaaaa... begitu katanya. Ini hal baru untukku yang telah lama hidup didunia.
Hujan masih
membasahi bumi, harapku
dengan kenangan baru
kali ini esok akan menghadirkan
ingatan manis di
setiap kedatangannya. Athan
pun masih enak
dengan masakan Yunani.
Disini, didepan
restoran Yunani ini
kali pertama aku
bertemu dengan Athan.
Malam itu wajahnya
membiru bekas dari
benturan atau mungkin
malah perkelahian. Tubuhnya
mengalir darah bekas luka
sayat yang menumbuhkan
rasa iba dalam
hatiku. Pandangannya kosong,
seperti tiada tujuan
ataupun harapan ia
hidup didunia ini.
Mata serta kondisi
fisiknya membuatku hanyut
dalam masa kelam. Masa
dimana anakku mengahiri
usianya dengan memberi
sayatan pada leher
serta pergelangannya. Kini
anak itu di
hadapanku dan kisah singkat empat
tahun yang lalu
menjadi sebab ia
memanggilku ibu. Mungkin
Athan adalah Fadere
dengan sosok yang
berbeda. Pada awalnya
demikian tapi kini
Athan ialah Athan
dan Fadere tak
akan tergantikan. Aku
menyayangi mereka dari
hatiku.
“Ibu gak
makan?” tanyaku.
Dia masih termenung, pandangannya mengarah pada pagar restoran. Disitu, tersisihkan sendiri. Aku pernah kelaparan, kedinginan serta ketiadaan arti kehidupan di empat tahun yang lalu. Mungkin saat ini ia terperangkap kembali dalam nostalgia waktu lalu.
“Ibu, jangan
cemas akan aku.
Esok pastikan sembuh”.
Perkataannya menyadarkan
dan mengingatkanku kala
tiga hari setelah
membawanya untuk tinggal
bersama. Lebam, memar
bahkan sayatan hilang
begitu saja. Tanpa berbekas
sedikitpun, seperti tidak
pernah terjadi apa-apa
pada dirinya. Keanehan
itulah yang membuatku
berpikir banyak tentang
anakku Athan.
Luka yang sembuh tanpa berbekas?
Luka yang sembuh tanpa berbekas?
To Be Continued ...
16 Comments
👍👍👍
ReplyDelete😁😁😁
Delete*Terima kasih telah mengunjungi blog kami
"Disini" atau "Di sini"?
ReplyDeleteNah itu, gak tau juga ya😅
Delete*Terima kasih telah mengunjungi blog kami
Lanjutkan 💪😊
ReplyDeleteIya, di lanjut kok
DeleteLanjutkan
ReplyDeletePasti dung...
Delete*Terima kasih telah mengunjungi blog kami
"Ibu nggak makan?"
ReplyDeleteSepertinya lebih enak kalau pakai "nggak" daripada "gak", iya nggak Kak? Hehe
Terima kasih atas tulisannya. Semangat terus!
Hahaha terima kasih atas masukannya
Delete*Terima kasih telah mengunjungi blog kami
Wow fiksi... ajarin saya bikin fiksi dong... 😁
ReplyDeleteHahaha mari belajar bareng...
Delete*Terima kasih telah mengunjungi blog kami
Sekedar saran, Brur... Boleh g dikasih tanda pergantian PoV? Biar ada jeda ambil napas 😁
ReplyDeleteBoleh sih tapi alenia baru apa tetep aja?
Delete*Terima kasih telah mengunjungi blog kami
bagus. numpang nimbrung aja dulu ya.. hehe
ReplyDelete.
.
Arsilogi.id :)
Nimbrung promot? Silahkan 😁
Delete*Terima kasih telah mengunjungi blog kami