PARADOKS Bagian 14
Sekolah,
tempat dimana anak-anak
bisa belajar tentang
pengetahuan dan berinteraksi
dengan kawan sebaya.
Dibawah pengawasan guru,
siswa dididik untuk
menjadi manusia-manusia yang
berkarakter. Harapan dari
pendidikan sekolah tak
lain dan tidak
bukan adalah untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa.
Namun yang terjadi
saat ini, guru dan murid hanya dipandang
sebagai status sesaat
ketika berada di
ruang lingkup sekolah.
Akan tetapi saat
diluar mereka melepas
seragam, almamater, serta
identitas diri mereka sebagai
guru dan murid.
Hidup menjadi diri
sendiri, hidupmmu adalah
hidupmu dan hidupku
adalah hidupku. Naas
sekali, begitu rendahnya
pandangan mereka tentang
kehidupan sekolah. Tak
semua demikian namun
hampir dari mereka
seperti itu. Guru
hanya mencari upah
dan murid mengharap
ijasah.
Saat
ini ruang kelas
sunyi. Guru telah
duduk di singgahsananya. Dia
hanya diam mematung
dengan mata yang
terarah pada leptop
di hadapannya. Sebelum
ini, dia cukup
memberi perintah untuk
mengerjakan halaman sekian
lalu murid mulai
bekerja, akupun demikian.
Sebagaimana guru yang
tak menyadari jatidirinya,
murid juga mengerjakan
dengan sesuka hatinya.
Teman-teman di kelasku
menyalah gunakan keahlian
ilmu pengetahuan di
zaman moderen ini
untuk mengerjakan tugas.
Setelah selesai guru
memberi jawaban yang
benar dan tentunya
satu kelas mendapat
nilai tinggi kecuali
aku. Nilaiku nol,
bukan aku tak
bisa menjawab tapi
aku hanya tak
ingin saja. Teman-teman
memandangku dengan tatapan
iba. Aku tak
perduli. Aku tak butuh belas kasihan dari manusia-manusia munafik.
Kriiinnnggg... “Sekarang
saatnya jam istirahat”,
suara yang terdengar
dari pengeras suara
di depan kelas.
Moriz lagi-lagi datang
di kelasku, kali
ini dia duduk
di meja belajarku.
Semua mata tertuju
padanya. Iya, setelah
kejadian beberapa hari
yang lalu image
baiknya luntur di
mata para siswa.
Kalian jangan
menatap gua gitu dong,
gua kesini cuman
mau menyapa si
setan doang kok.
Iya enggak tan?”,
tanyanya padaku dengan
menepuk-nepuk pundakku.
“Sampai nanti ya, gua tunggu sepulang sekolah”, ucapnya sebelum meninggalkan kelas. Dia pergi dengan senyuman. Palsu.
“Sampai nanti ya, gua tunggu sepulang sekolah”, ucapnya sebelum meninggalkan kelas. Dia pergi dengan senyuman. Palsu.
Beberapa
teman kelasku mendekat
pemberi petuah-petuah untuk
menjaga diri baik-baik. Aku
tahu itu hanyalah
sekedar basa-basi semata,
tapi biarlah. Manusia
memang seperti itu.
Pura-pura simpati namun
saat tragedi terjadi
lagi mereka tak
perduli. Dari masa
ke masa manusia
tatap saja seperti
itu, tabiatnya tak
pernah berubah. Aku
cukup diam saja
menanggapi ucapan mereka
semua namun kepalaku
mulai pusing dengan
keramaian yang ada
disekitarku. “Bisa tidak
kalian tinggalin gua
sendirian”. Mereka pergi dengan meninggalkan
kata-kata yang tak
bermakna bagiku. Hati-hati,
baik-baik jaga diri,
jangan inilah, jangan
itulah dan ucapan-ucapan
kepedulian seperti pada
umumnya.
“Pengumuman-pengumuman bagi
siswa yang bernama
Athan Endymion di
harap ke ruang
bimbingan konseling. Sekali
lagi bagi siswa yang bernama
Athan Endymion di
harap ke ruang
bimbingan konseling segera,
terimakasih”, aku meninggalkan
pintu kelas dan
teman-teman tak sedikit
yang berpura-pura simpati
dengan pengumuman yang
disampaikan oleh kantor.
“Ini
pasti dia lagi.
Selamat bersenang-senang selagi
bisa, Moriz”.
To
Be Continued ...
16 Comments
Menarik untuk disimak,,
ReplyDeleteDitunggu kelanjutannya, Kak..
Salam kenal dari grup valetta 🙏
Salam kenal juga😁
Delete*Terima kasih telah mengunjungi blog kami:)
Suka👍
ReplyDeleteAlhamdulillah 😅
Delete*Terima kasih telah mengunjungi blog kami:)
paragraf pembukanya kritik tajam dunia pendidikan ya
ReplyDeleteMungkin iya jika dirasa demikian.
Delete*Terima kasih telah mengunjungi blog kami:)
Mantabbb
ReplyDeleteHahaha, masih belajar 😄
Delete*Terima kasih telah mengunjungi blog kami:)
Ada apakah dengan Athan
ReplyDeleteNanti juga tahu, gak lama lagi dah ni.
Delete*Terima kasih telah mengunjungi blog kami:)
Entah kenapa, saya suka caramu mengatur spasi dan diksi. Seperti perpustakaan yang teratur dengan rak-raknya.
ReplyDeleteHahaha, entah saya tak menyadarinya...
Delete*Terima kasih telah mengunjungi blog kami:)
Penasaran sama kelanjutannya
ReplyDeleteBoleh di ikuti terus kelanjutannya 🙏
Delete*Terima kasih telah mengunjungi blog kami:)
Ini introvert ya si Athan? Atau indigo?
ReplyDeleteDia istimewa:)
Delete*Terima kasih telah mengunjungi blog kami:)