PARADOKS Bagian 25
“Siapa engkau
sebenarnya?”
“Apakah kau dewa? Bagaimana mungkin bisa kau melihatku?”
“Apakah kau dewa? Bagaimana mungkin bisa kau melihatku?”
Aku
terdiam mendengar pertanyaan
yang baru saja
ia sampaikan, bukan
karena aku tak
ingin menjawab namun
aku pun tak
tahu siapa diri
ini yang sebenarnya.
Sejauh yang aku
tahu, aku manusia
biasa yang terlahir
pada masa emas tapi tak
tahu bagaimana bisa bertahan hidup hingga hari
ini, padahal manusia
lainnya telah lama
mati.
“Tak perlu
kau jawab, aku
bisa mengetahui apa
yang kau fikirkan”,
ucap sang dewa.
“Kenapa Ker berada disini?”, tanyaku padanya.
“Untuk menyeret nyawa menuju dunia bawah”, jawabnya dingin.
“Kenapa Ker berada disini?”, tanyaku padanya.
“Untuk menyeret nyawa menuju dunia bawah”, jawabnya dingin.
Begitu mendengar jawabannya sontak aku menatap matanya dan dengan sekejap berpindah tempat, di balkon tempat Moriz
dan kawan-kawannya melakukan
membulian. Anehnya tubuhku
seperti tembus pandang,
akupun tak bisa
menyentuh benda-benda di
sekitarku. Ada apa
denganku? Apakah dengan
menatap matanya aku akan mati?
Thanatos
berada di sampingku,
diam menyaksikan apa
yang ada di
hadapan kami. Moriz,
dua kawannya dan
satu siswa yang
wajahnya penuh dengan
darah. Ker berada
di atas mereka,
berbeda dengan dewa
kematian yang manusia
pikirkan, Ker adalah
sosok dewi kematian
yang menggunakan kuku serta taringnya
untuk menyudahi usia
manusia, tanpa sabit.
Moriz
terlihat berbeda, benar-benar
seperti psikopat. Dengan
di bantuan teman-temannya ia
memakai pisau lipat untuk mensayat-sayat wajah
anak itu. Anak
itu berteriak, menangis
dan Ker tertawa
melihat darah yang bercucuran.
Moriz
pun begitu puas
bisa memberikan luka
pada targetnya. Ia
tertawa, suaranya parau.
Dengan tiba-tiba kedua
temannya melepaskan siswa
yang sedari tadi mereka ringkus,
mata mereka terbelalak
seakan biji matanya
mencoba tuk keluar
dan badannya pun gemetar hebat,
keringat becucuran. Mereka
membatu seperti melihat
sosok yang amat
sangat menyeramkan, sementara
Moriz masih saja tertawa hingga
pisau yang ia genggam terjatuh.
Suasana semakin mencekam,
angin bertiup dengan
kencangnya. Siswa itu
bangkit, mengambil pisau
dan penusukkan tepat
di ulu hati
Moriz. Darah keluar
dari mulutnya, dengan
pisau yang masih
menancap anak itupun
berlari mendorong Moriz
hingga melewati batas
gedung. Ker tertawa
semakin menjadi-jadi.
Lagi-lagi
aku berpindah tempat
dan Thanatos masih
diam di sampingku.
Kini aku berdiri
tepat di hadapan
Moriz. Ia terjatuh
dari lantai enam
namun masih dalam
kondisi bernyawa. Kedua
kaki serta tangannya
patah, tulang-belulang keluar
dari persendian dan menembus kulit.
Darah yang menggenang
telah membasahi tubuhnya
tapi Ker memanglah
dewi yang sangat
suka mempermainkan kematian,
ia membiarkan kepala
Moriz utuh tak
terluka sama sekali.
Kar mencengkram dengan
kuku dan taringnya,
menarik keluar nyawa
dalam badan Moriz.
Moriz mengangkat kepalanya,
merintih kesakitan dan
dari bibirnya berucap
dengan lirih. “Athan,
tolong aku.” Kata yang
berulang kali terucap
hingga akhirnya mobil menggerus kepalanya.
Darah bermemuncratan, bola
mata pecah dan otak pun hancur tergilas
roda.
“Thanatos
apa yang baru
saja terjadi?”, tanyaku
padanya setelah menyadari ternyata
kami sama sekali
tak berpindah tempat.
“Engkau bukanlah manusia, Athan”.
“Engkau bukanlah manusia, Athan”.
To Be Continued ...
4 Comments
Lha terus? Dewa kah? Atau ...
ReplyDeleteSudah ada di episode selanjutnya
Delete*terimakasih telah mengunjungi blog kami:)
Athaaan is a fiend from nowhere to somewhere else
ReplyDeleteNot really bro
Delete*terimakasih telah mengunjungi blog kami:)